Hubungan perusahaan dengan stakehoulder, lintas budaya dan pola hidup,
audit sosial
Diajukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah etika bisnis
Disusun oleh:
Aris
Suyanto (11213368)
4EA08
JURUSAN
MANAJEMEN
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2016
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini dengan judul “Hubungan
perusahaan dengan stakehoulder, lintas budaya dan pola hidup, audit sosial”.
Penulisan
makalah ini diajukan guna melengkapi salah satu tugas mata kuliah etika bisnis
pada jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Penulisan makalah ini tidak dapat
terselesaikan tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar – besarnya kepada setiap pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.
Penulis
menyadari dalam Penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis. Semoga
penulisan makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri serta pembaca pada
umumnya.
Jakarta, Oktober 2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………..
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….
PENDAHULUAN ………………………………………………………………….
Latar Belakang ………………………………………………………………….
Rumusan Masalah ………………………………………………………………
Tujuan Makalah …………………………………………………………………
PEMBAHASAN ……………………………………………………………………
PENUTUPAN ………………………………………………………………………
Kesimpulan ……………………………………………………………………..
Daftar Pustaka …………………………………………………………………..
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….
PENDAHULUAN ………………………………………………………………….
Latar Belakang ………………………………………………………………….
Rumusan Masalah ………………………………………………………………
Tujuan Makalah …………………………………………………………………
PEMBAHASAN ……………………………………………………………………
PENUTUPAN ………………………………………………………………………
Kesimpulan ……………………………………………………………………..
Daftar Pustaka …………………………………………………………………..
PENDAHULUAN
• RUMUSAN MASALAH
·
Bentuk stakehoulder
·
Stereotype,
prejudice, stigma sosial
·
Mengapa perusahaan
harus bertanggungjawab
·
Komunitas indonesia
dan etika bisnis
·
Dampak tanggung
jawab sosial perusahaan
·
Mekanisme
pengawasan tingkah laku
• TUJUAN MAKALAH
Dalam tujuan makalah yang di buat supaya lebih paham dan menguasai Hubungan perusahaan dengan stakehoulder, lintas budaya dan pola hidup, audit sosial
Dalam tujuan makalah yang di buat supaya lebih paham dan menguasai Hubungan perusahaan dengan stakehoulder, lintas budaya dan pola hidup, audit sosial
•PEMBAHASAN
A. BENTUK STAKEHOLDER
Ada dua bentuk utama stakeholder dalam bisnis,
yaitu
1.
Stakeholder primer
Stakeholder primer adalah pihak dimana tanpa
partisipasinya yang berkelanjutan organisasi tidak dapat bertahan.
Contohnya Pemilik modal atau saham, kreditor,
karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan. Menurut
Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu
system stakeholder primer yang merupakan rangkaian kompleks hubungan antara
kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak, tujuan, harapan, dan tanggung
jawab yang berbeda. Perusahaan ini juga harus menjalin relasi bisnis yang baik
dan etis dengan kelompok ini.
2.
Stakeholder sekunder
Stakeholder sekunder adalah pihak yang mempengaruhi
atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi mereka tidak terlibat dalam transaksi
dengan perusahaan dan tidak begitu penting untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Contohnya Pemerintah setempat, pemerintah asing,
kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat. Perusahaan tidak
bergantung pada kelompok ini untuk kelangsungan hidupnya, tapi mereka bisa
mempengaruhi kinerja perusahaan dengan mengganggu kelancaran bisnis perusahaan.
Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok
pendukung, masyarakat.
B. STEREOTYPE, PREJUDICE, STIGMA SOSIAL
Perusahaan pada dasarnya adalah suatu bentuk
organisasi dengan kebudayaan yang spesifik yang hanya di miliki oleh perusahaan
yang bersangkutan sehingga angota – anggota korporasi tersebut yang juga
anggota sebuah komunitas.
Dalam kaitannya dengan perbedaan budaya da pola
hidup yang ada sebagai lingkungan perusahaan yang bersangkutan, maka masalah
akulturasi menjadi hal yang penting di perhatikan. Akulturasi atau dalam arti
percampuran budaya antara satu komnitas dengan komunitas lain dapat terjadi
ketika anggota komunitas melakukan interaksi sosial yang intensif.
Penyebaran pengetahuan budaya dari satu kelompok
sosial (termasuk di dalamnya perusahaan) kepada perusahaan lainya mengandung
pengaruh dari kebudayaan tertentu, sehingga diffusi (Pengaruh) ini dapat
menjadi pengetahuan bagi kelompok lainnya.
Dapat kita identifikasi bahwa dominasi pengaruh
global lebih kuat dari pada budaya komunitas indonesia itu sendiri. Penggunaan
budaya dominan akan semakin sering kita akulturasi budaya terus berjalan dengan
baik, kekuatan pengaruh budaya semakin dapat menjadikan budaya yang dominan
sebagai acuan untuk bertindak dan bertingkah laku.
Lintas budaya menjadi suatu proses yang umum
terjadi, hal ini karena komunikasi sangat mudah terjangkau, dan interaksi antar
kelompok yang berbeda sangat mudah terjadi. Oleh karena itu segala kegiatan
yang menjadi dasar bagi aktivitas perusahaan yang mengandung proses lintas
budaya.
Perbedaan pola hidup akan menjadi suatu hambatan
bagi berjalannya korporasi, masalah – masalah intern pegawai atau anggota
korporasi dapat juga menjadi kendala. Biasanya pegawai yang berasal dari
penduduk lokal sering diidentikan dengan orang yang malas–malas, tidak mau
maju, dsb. Memungkinkan perlunya suatu usaha untuk melakukan monitoring,
evaluasi dan audit sosial terhadap berjalannya korporasi yang di lakukan oleh
orang tertentu yang memang berkeahlian di bidang tersebut.
Dalam interaksi sosial akan muncul di dalamnya
identitas yang mencirikan golongan sosial dari individu yang bersangkutan
berupa atribut – atribut/ciri – ciri, tanda, gaya bicara yang membedakan dengan
atribut dari sukubangsa. Hubungan antar sukubangsa yang ada dalam wilayah
cenderung mengarah pada penguasaan, maka akan muncul stereotype, prejudice, dan
stigma social.
1.
Stereotype adalah anggapan satu golongan terhadap golongan lainnya
dan biasanya anggapan ini berkaitan dengan keburukan – keburukan kelompok lain.
2.
Prejudice merupakan prasangka dari golongan satu terhadap golongan
lainnya.
3.
Stigma adalah suatu penilaian dari satu golongan terhadap
golongan lainnya untuk ber hati – hati dan kalau bisa tidak berhubungan
dengan golongan lain tersebut.
Stereotype, prejudice dan stigma sosial muncul
karena pengalaman seorang individu dari golongan satu terhadap golongan lainnya
dan kemudian individu tersebut mengabarkan pengalamannya tersebut. Akibat dari
pengetahuan tentang sukubangsa lain dari golongan sosial lain akan
dipakai sebagai referensi dalam pengetahuan budayanya untuk beradaptasi dengan
dengan suku bangsa lain.
C. MENGAPA PERUSAHAAN HARUS BERTANGGUNGJAWAB
Dalam perkembangan industry di dunia, negara–negara
utara ternyata lebih maju dalam percepatan kemakmuran dari komunitasnya dan ini
sangat di rasakan oleh negara–negara selatan yang notabene adalah negara–negara
penghasil. Kemudian ditelaah bahwa terjadi trickle-down effect yang
artinya bahwa hasil–hasil pembangunan bagi negara–negara selatan lebih banyak
di nikmati oleh beberapa gelintir orang dari kelas–kelas tertentu saja
sehingga lebih banyak menyengsarakan sebagian besar individu dari komunitas
kelas di bawahnya.
Dalam pertemuan di Rio de Janeiro di rumuskan
adanya pembangunan yang berkelanjutan yang mencakup keberlanjutan ekonomi dan
keber lanjutan lingkungan. Dalam pertemuan Yohannesburg mengisyaratkan adanya
suatu visi yang sama yaitu di munculkan konsep social sustainability, yang
mengaringi dua aspek sebelumnya (economic dan environment sustainability).
Ketiga aspek ini menjadi patokan bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung
jawab sosialnya (Corporate Social Responsibility).
Dalam kenyataan, masih banyak terdapat
kesimpangsiuran terdapat kesimpangsiuran dari penerapan ketiga konsep tersebut
dan bahkan cenderung saling tumpang tindih dan bertolak belakang. Maksudnya
adalah ketika menerapkan kebijakan ekonomi dan lingkungan akan tergantung pada
kebijakan social dari kelompok tertentu, sehingga tampak adanya ketidak
serasian antara negara satu dengan negara lainnya dalam menerapkan kebijakan
tersebut dan bahkan antara komunitas satu dengan komunitas lainnya dalam satu
negara mengalami perbedaan pemahaman, sehingga di perlukan adanya kerja sama
antar stakeholder.
Pembangunan yang berkelanjutan, yang artinya
memenuhi kebutuhan saat ini dengan mengusahan keberlanjutan pemenuhan kebutuhan
bagi generasi selanjutnya. Masalahnya adalah dalam penerapan ketiga aspek
pembangunan berkelanjutan memang secara teoritis dapat “Mengeram” kerusakan
lingkungan dengan adanya aspek social sustainability.
Sustainable development menjadi di anggap sesuatu
yang maya atau utopia atau sesuatu yang bersifat teori saja tanpa dapat di
implementasikan. Ini semua di sebabkan karena terabaikannya aspek yang mendasar
yaitu manusia (Human) dan komunitas (People). Dalam World Summit yang lalu,
yang di pokuskan adalah kemiskinan (Koperti), tetapi tidak melihat pada akar
permasalahannya karena di bahas melalui pendekatan makro dan bukan mikro.
Sustainable development tidak akan berjalan denga
baik apabila tidak memperhatikan aspek kemanusiaannya (Human) dalam konsep
sustainable future ini selain dari ketiga aspek (Ekonomi, Sosial dan
Lingkungan) di perlukan satu aspek internal yaitu aspek keberlanjutan manusia
(Human Sustainability) dalam human sustainability yang di maksud adalah
peningkatan kualitas manusia secara etika seperti pendidikan, kesehatan, rasa
empati, saling menghargai dan kenyamanan yang terangkum dalam tiga kapasitas
yaitu spiritual, emosional dan intelektual.
Keberlanjutan dalam bidang ekonomi, lingkungan dan
sosial dapat di lakukan oleh korporsi yang mempunyai kebudayaan perusahaan
sebagai suatu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate social
Responsibility) Corporate social responsibility dapat di pahami sebagai
komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan
berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas
hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih
luas (Sankat, Clemen K, 2002). Pengertian ini sama dengan apa yang telah di
telorkan oleh The World Business Council For Sustainable Development (WBCSD)
yaitu komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga, karyawan
tersebut, berikut komunitas–komunitas tempat (Lokal) dan komunitas secara
keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
Secara umum Corporate Social Responsibility
merupakan peningkatan kualitas kehidupan mempunyai arti adanya kemampuan
manusia sebagai individu anggota komunitas untuk dapat menanggapi keadaan
sosial yang ada, dan dapat menikmati serta memanfaatkan lingkungan hidup
termasuk perubahan – perubahan yang ada sekaligus memelihara.
Konsep Corpotare Social Responsibility melibatkan
tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumber daya komunitas, juga
komunitas tempat (Lokal) kemitraan ini, tidaklah bersifat pasif dan statif.
Kemitraan ini merupakan taggung jawab bersama secara sosial antar stakeholder.
Konsep kedermawanan perusahaan atau (Corpotare Philanthtopy) dalam tanggung
jawab sosial tidak lagi memadai, karena konsep tersebut tidak melibatkan
kemitraan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan stakeholders lainnya.
Pengeluaran yang di lakukan oleh perusahaa untuk
pembangunan komunitas sekitarnya terkadang hanya bersifat formasilme/adhoc
tanpa di landasi semangat untuk memandirikan komunitas.
Menurut The World Business Council For Sustainable
Development (WBCSD) di nyatakan bahwa Corporate Social Responsibility adalah
komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan,
bekerja denga para karyawan perusahaan, keluarga karyawa tersebut, berikut
komunitas – komunitas tempat (Lokal) dan komunitas secaara berkeseluruhan,
dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
Kegiatan program yang di lakukan oleh perusahaan
dalam konteks tanggung jawab sosialnya dapat di katagorisasi dalam tiga bentuk:
1.
Public Relations
Usaha untuk menanamkan persepsi positif kepada
komunitas tentang kegiatan yang di lakukan oleh perusahaan.
Contoh dalam koteks Public Relations adalah program
“Couse Related Marketing” yang di jalankan oleh sebuah perusahaan pakaian.
2.
Strategi Defensif
Usaha yang di lakukan oleh perusahaan guna
menangkis tanggapan negatif komunitas luas yang sudah tertanam terhadap kegiatan
perushaan terhadap karyawannya, dan biasanya untuk melawan “Serangan” negatif
dari anggapan komunitas atau komunitas yang sudah terlanjur berkembang.
Contoh kajian Pricewaterhouse Cooper tentang
program CSR, di temukan bahwa sejumlah perusahaan menjalankan CSR karena ingin
menghindari konsekuensi negatif dari publisitas yang buruk.
3.
Keinginan Tulus Untuk Melakukan Kegiatan Yang Baik yang Benar – benar
berasal dari visi perusahaan itu.
Melakukan program untuk kebutuhan komunitas atau
komunitas sekitar perusahaan atau kegiatan perusahaan yang berbeda dari hasil
perusahaan itu sendiri.
Contoh seperti tindakan perusahaan sepatu dengan
memberikan obat – obatan kepada mereka yang membutuhkan.
D. KOMUNITAS INDONESIA DAN ETIKA BISNIS
Indonesia memerlukan suatu bentuk etika bisnis yang
sangat spesifik dan sesuai denga model indonesia. Hal ini dapat di pahami bahwa
bila ditilik dari bentuknya, komunitas Indonesia, komunitas elite, dan
komunitas rakyat.
Bentuk – bentuk pola hidup komunitas di indonesia
sangat bervariasi dari berburu meramu sampai dengan industri jasa.
Dalam suatu kenyataan di komunitas indonesia pernah
terjadi mala petaka kelaparan di daerah Nabire Papua. Bahwa komunitas Nabire
mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan keadaaan cuaca yang kemarau tanah
tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman ini, kondisi ini mendorong
pemerintah dan perusahaan untuk dapat membantu komunitas tersebut. Dari
gambaran ini tampak bawa tidak adanya rasa empati bagi komunitas elite dan perusahaan
dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam konteks yang demikian, maka di tuntut bagi
perusahaan untuk dapat memahami etika bisnis ketika berhubungan dengan
stakeholder di luar perusahaannya seperti komunitas lokal atau kelompok sosial
yang berbeda pola hidup.
Seorang teman Arif Budimanta mensitir kata–kata
sukarno presiden pertama indonesia yang menyatakan bahwa “tidak akan di
serahkan pengelolaan sumber daya alam Indonesia kepada pihak asng sebelum orang
Indonesia mampu mengelolanya”, kalimat ini terkandung suatu pesan etika bisnis
yang teramat dalam bahwa sebelum bangsa Indonesia dapat menyamai kemampuan
asing, maka tidak akan mungkin wilayah Indonesia di serahkan kepada asing
(pengelolaannya).
Jati diri bangsa perlu digali kembali untuk menetapkan
sebuah etika yang berlaku secara umum bagi komunitas Indonesia yang multikultur
ini. Jati diri merupakan suatu bentuk kata benda yang bermakna menyeluruh
sebagai sebuah kekuatan bangsa.
E. DAMPAK TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan apabila
dilaksanakan dengan benar, akan memberikan dampak positif bagi perusahaan,
lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku
kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja,
mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat, yang secara
langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya.
Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan
yang taat lingkungan akan lebih bermakna.
Pada dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang
berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung nilai positif, baik bagi
internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan
yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya
tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai
negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain
yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan
perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan
masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat
langsung dari kegiatan perusahaan.
Perusahaan yang pada satu sisi pada suatu waktu
menjadi pusat kegiatan yang membawa kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi
masyarakat, pada satu saat yang sama dapat menjadi sumber petaka pada
lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi pencemaran lingkungan atau bahkan
menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan lain yang lebih luas.
Jadi perusahaan akan mempunyai dampak positif bagi
kehidupan pada masa-masa yang akan datang dengan terpeliharanya lingkungan dan
semua kepentingan pada pemangku kepentingan yang lain sehingga akan
menghasilkan tata kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya para penentang
pengaturan dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan secara formal
berpendapat apabila tanggung jawab tersebut harus diatur secara formal,
disertai sanksi dan penegakan hukum yang riil. Hal itu akan menjadi beban perusahaan.
Beban perusahaan akhirnya akan menjadi beban masyarakat sebagai pemangku
kepentingan. Oleh karena itu tanggung jawab sosial perusahaan sangat tepat
apabila tetap sebagai tanggung jawab moral, dengan semua konsekuensinya.
F. MEKANISME PENGAWASAN TINGKAH LAKU
Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan
sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan
kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang
dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan. Mekanisme pengawasan tersebut
berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang
dilakukan sebelumnya.
Monitoring dari evaluasi terhadap tingkah laku
anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh
perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka
sifatnya berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota
perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka
panjang. Hal dari evaluas tersebut menjadi audit sosial. Pengawasan terhadap
tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja
karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya
perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai
peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya
perusahaan yang bersangkutan.
Oleh karena itu, untuk mendeteksi apakah budaya
perusaaan telah menjadi bagian dalam pengetahuan budaya para karyawannya
dilakukan audit sosal dan sekaligus merencanakan apa aja yang harus dilakukan
oleh perusahaan untuk menguatkan nilai-nilai yang ada agar para karyawan
sebagai anggota perusahaan tidak memunculkan pengetahuan budaya yang
dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Dalam kehdupan komunitas atau komunitas
secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota komunitas
biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi
di dalam atura adat. Sehingga tampak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman
bagi berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka
karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan dapat menen
tukan keberlangsungan aktivitas.
Karyawan sebagai stake holder, terdapat juga para bekas
karyawan, para direksi, pemilik modal yg juga menentukan berjalannya aktivitas
pranata sosial perusahaan. Kesemua stakeholder tersebut menduduki status dan
peran tertentu dalam koporasi dan mempunyai hubungan fungsional satu dengan
lainnya.
Pada dasarnya suatu perusahaan adalah sebuah
organisasi yang dalam kenyataannya menempati suatu wilayah sosial tertentu. Dan
sebagai suatu bentuk organisai,korporasi tentunya mempunyai tujuan yang dapat
dipahami secara bersama oleh para anggotanya dan dapat menjamin kehidupan para
anggotanya dalam lingkup organisasi yang bersangkutan. Perusahaan sebagai
bagian dari suatu komunitas dan mempunyai suatu kebudayaan tersendiri akan
mempunyai sifat yang adaptif terhadap lingkungannya, baik lingkungan alam
maupun lingkungan sosial dan budaya yang ada disekitarnya.
Berjalannya suatu perusahaan tidak akan lepas dari
segala perhitungan dan perencanaan yang mengatur pola aturan yang ada, seperti
halnya pada komuitas lainnya seperti komunitas suku bangsa. Kehidupan sosial
komunitas suku bangsa tersebut dalam lingkup kecil (Desa/kampung/dusun) dapat
dipantau dan di monitor oleh adat istiadatnya sesuai dengan pranata
sosial yang berlaku (kekerabatan,ekonomi, teknologi, mata pencaharian
dsb). Dalam perusahaan, apa yang dikatakan sebagai proses audit sosial
adalah mirip atau sama dengan cara – cara yang dipakai untuk memeriksa keuangan
perusahaan yang bersangkutan.
Sebagai sebuah organisasi, perusahaan yang
mempunyai beberpa tenaga ahli dalam menyiapkan anggaran–anggaran yang dikelurakan,
dan begitu dengan pemerikasaan terhadap anggaran yang telah dikelurkan
berkaitan dengan berjalannya organisasi yang bersangkutan seperti ahli
akuntansi dan pemegang buku.
Tenaga–tenaga ahli tersebut merupakan
individu–individu yang menduduki status tertentu, status dalam hal ini adalah
kumpulan hak dan kewajiban yang ada pada diri seseorang dalam satu lingkup
kebudayaan . Sehingga individu tersebut harus berperan sesui dengan apa yang
diisyratkan oleh kebudayaan yang mengatur status yang bersangutan.
Sehingga pengukuran finansial sebuah organisasi
akan juga dipengaruhi oleh pegawai (tenaga) dari pengukur tersebut, dan ini
sangat terkait dengan sistem sosial dari pegawai yang bersangkutan. Memang pada
dasarnya anggota perusahaan berasal dari anggota komunitas yang berbeda–beda
kebudayaan dan sukubangsa , dan dengan bersama–bersama dengan orang lain yang
berbeda kebudayaan dan sukubangsa bergabung sebagai satu komunitas perusahaan.
Dalam kehidupan komunitas, sistem sosial akan terus berjalan untuk mengatur
segala tingkah laku individu-individunya.
Berkaitan dengan pelaksanaan audit sosial, maka
sebuah perusahaan atau organisasi harus jelas terlebih dahulu tentang beberapa
aktivitas yang harus dijalankan seperti :
1.
Aktivitas apa saja yang harus dilakukan sebagai sebuah orgnisasai, dalam
hal ini sasaran apa yang menjadi pokok dari perusahaan yang harus dituju –
internal maupun ekstrnal (sasaran)
2.
Bagaimana cara melakukan pencapaian dari sasaran yang dituju tersebut
sebagai rangkaian suatu tindakan (rencana tindakan) yang mengacu pada
suatu pola dan rencana yang sudah disusun sebelumnya.
3.
Bagaimana mengukur dan merekam pokok – pokok yang harus dilakukan
berkaitan dengan sasaran yang dituju, dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang
dilakukan tersebut (indikator).
Ketiga bentuk aktivitas tersebut terangkai dalam
suatu arena sehingga dengan demikian menjadi sangat sederhana untuk merancang
prosedur bagi pemantuan aktivitas yang bersangkutan, apa yang terjadi dari hari
ke hari dengan memonitor kegiatan dari hari ke hari oleh pemegang buku catatan
sosial.
Sehingga dengan demikian seorang pemeriksa sosial
adalah ‘teman yang mengkritik’ (idealnya oran luar) yang secara periodik
memeriksa ‘buku’ dan menanyakan pertanyaan lebih mendalam untuk membantu
ketentuan organisasi secara sistematis pada tingakat yang efektif dalam oprasi
internalnya sebaik pada dampak eksternalnya dalam kaitannya dengan kondisi
sosial budaya baik secara intern maupun ekstern korporasi. Dalam pelaksanaan aktivitas
dalam organisasi atau perusahaan dapat dicatat walaupun pada dasarnya ide–ide
tersebut bukan berasal dari visi dan misi dari organisasi atau perusahaan.
Pelaksanaan auditor sosial yang berpengalaman
biasanya akan bekerja mengukur dan memgrahkan berjalannya sebuah organisasi
berdasarkan pada visi dan misi yang ada, pada awalnya dia membantu dalam
memberikan segala keterangan tentang berjalannya sebuah organisasi berkaitan
dengan indikator yang harus diperhatikan, sasaran yang ingin dicapai dan kemudian
juga merekam kenytaan sosial yang sedang berjalan dan bagaimana prosedur
penilaiannya.
Audit sosial ini merupakan sistem yang ada dalam
kebudayaan perusahaan yang oleh anggota –anggotanya dipakai untuk merencanakan
kegiatan organisasi yang bersangkutan dan tentunya didasari pada kebudayaan
yang berlaku di organisasi yang bersangkutan.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar