Cara Membuat Link Bergoyang Di Blog

Kamis, 03 November 2016

Contoh Tentang Perilaku Bisnis yang Melanggar Etika

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah etika bisnis


Disusun oleh:
Aris Suyanto (11213368)
4EA08

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016


KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul contoh tentang perilaku bisnis yang melanggar etika”.

Penulisan makalah ini diajukan guna melengkapi salah satu tugas mata kuliah etika bisnis pada jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Penulisan makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada setiap pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari dalam Penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis. Semoga penulisan makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri serta pembaca pada umumnya.

Jakarta, Oktober 2016

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………..
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….
PENDAHULUAN ………………………………………………………………….
      Latar Belakang ………………………………………………………………….
      Rumusan Masalah ………………………………………………………………
      Tujuan Makalah …………………………………………………………………
PEMBAHASAN ……………………………………………………………………
PENUTUPAN ………………………………………………………………………
      Kesimpulan ……………………………………………………………………..
      Daftar Pustaka …………………………………………………………………..

PENDAHULUAN
 • RUMUSAN MASALAH
·         Korupsi
·         Pemalsuan
·         Pembajakan
·         Diskriminasi gender
·         Konflik sosial
·         Masalah polusi

• TUJUAN MAKALAH
            Dalam tujuan makalah yang di buat supaya
paham mengenai isu-isu utama etika bisnis di Indonesia


•PEMBAHASAN  


KORUPSI
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legalmenyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya
Menurut para ahli Black’s Law Dictionary korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.
Menurut para ahli Syeh Hussein Alatas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasian, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan yang luar biasa akan akibat yang diderita oleh masyarakat
Menurut Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 korupsi yaitu “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonoman negara…”
Menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 korupsi yaitu “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara”.
Hubungan Korupsi dengan Etika Bisnis
Hubungan korupsi dengan etika bisnis dapat dipahami dalam kehidupan pemerintahan sebagai suatu keadaan, di mana jika etika dipegang teguh sebagai landasan tingkah laku dalam pemerintahan, maka penyimpangan seperti korupsi tidak akan terjadi
Korupsi dan etika bisnis merupakan satu kesatuan. Jika kita sudah memahami betul apa saja yang harus diperhatikan dalam berbisnis, maka tindakan korupsi tidak mungkin dilakukan.tindakan korupsi jelas – jelas melanggar etika bisnis, karena kegiatan tersebut sangatlah merugikan banyak pihak. Intinya kita harusmengerti dulu apa saja etika dalam berbisnis, baru kita memulai bisnis. Agar bisnis kita tidak melanggar peraturan.
Misalnya kode etik pada PNS yang merupakan norma-norma sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan PNS yang diharapkan dan dipertangung jawabkan dalam melaksanakan tugas pengabdiannya kepada bangsa, negara dan masyarakat dan tugas-tugas kedinasan, organisasinya serta pergaulan hidup sehari-hari sesama PNS dan individu-individu di dalam masyarakat.
Contoh kasus :
Demokrat Pastikan Dukung KPK Tuntaskan Kasus Nazaruddin
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Ramadhan Pohan, mengatakan pihaknya menyerahkan kasus Nazaruddin sepenuhnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Bagi kita, kasus ini kita serahkan semua ke KPK, sebagai penegkak hukum, tidak ada intervensi, tidak ada menghambat, kita dukung KPK selesaikan kasus ini,” katanya seusai diskusi di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, garis partai sudah tegas untuk tetap menaati konstitusi. Partainya tidak akan melakukan manuver ataupun usaha-usaha menghambat kasus Nazaruddin.
Menurut dia, selama kasus ini terus-menerus terkatung-katung, maka Partai Demokrat justru akan terpenjara isu-isu yang berkembang liar. Untuk itu, pihaknya juga berkepentingan untuk segera menyelesaikan masalah ini.
Ia menambahkan, pihaknya saat ini terus melakukan bersih-bersih partai terhadap kader yang tak taat etika. Ia juga membantah Nazaruddin telah menaniggalkan dananya kepada kas Partai Demokrat saat meninggalkan Singapura.
“Tidak ada ditinggalkan dana oleh Nazaruddin,” katanya.
Ia menegaskan, Nazaruddin merupakan kasus korupsi individual bukan partai politik. Menurut dia, kasus Nazaruddin telah memberikan pelajaran berharga bagi partainya dan partai lain.
Ia menambahkan, selama SBY masih berada di Partai Demokrat, ia percaya dan optimis, Demokrat dapat membersihkan diri. “Saya percaya dengan Pak SBY, ini bukan kultus individual,” katanya.
PEMALSUAN
permasalahan etik dalam pemalsuan merek adalah tidak menghargai hasil karya cipta seseorang yang menciptakan produk unggul yang bermanfaat bagi semua orang, tiba-tiba dibajak atau ditiru dengan mengambil karya orang lain untuk keuntungan diri sendiri, contohnya yang banyak beredar di masyarakat adalah pemalsuan DVD/VCD dan pakaian baju,kaos, celana yang dengan sengaja menciptakan merk yang sama tetapi kualitas berbeda jauh dengan yang asli oleh karena itu produk bajakan harganya sangat murah, masyarakat pun memilih untuk membeli produk bajakan karena harganya murah dan tidak jauh berbeda kualitasnya dengan yang asli. mengapa hal ini terjadi? karena tidak ada aturan yang baku untuk menahan gejolak ini, bahkan pemerintah pun tidak mampu untuk menahan gejolak ini. peran serta negara pengusaha bahkan masyarakat sebagai konsumen yang sangat dibutuhkan, kunci utama yang perlu ditekankan adalah kesadaran masyarakat untuk membeli produk asli bukan bajakan.membeli produk asli akan meningkatkan produktifitas pencipta dan memberikan kontribusi terhadap negara.
PEMBAJAKAN
Pembajakan di Industri Musik dan Film Indonesia :
Kasus pembajakan dalam industri musik dan film di Indonesia sudah menjadi sesuatu yang biasa di masyarakat umum namun sesungguhnya hal tersebut sangat merugikan bagi para pelaku bisnis di industri musik dan film di Indonesia, namun karena lemahnya pengawasan pemerintah dan kurang tegasnya tindakan hukum bagi oknum-oknum pelaku pembajakan, membuat para pelaku tidak jera terhadap perbuatannya. Banyaknya kios-kios yang menjual barang-barang bajakan membuat semakin pelik masalah pembajakan di indonesia.
Analisa :
Etika Bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, dan juga masyarakat. Dalam kasus diatas mencerminkan etika bisnis yang buruk, orientasi pada keuntungan semata sehingga melupakan aspek-aspek lainnya. Melanggar aturan dan perundang-undangan menjadi hal biasa sehingga hukum tidak menjadi hal yang menakutkan bagi para pelaku kejahatan pembajakan. Oknum-oknum tersebut berkilah mereka menjual barang bajakan karena banyaknya permintaan masyarakat terhadap barang tersebut, namun hal tersebut bukan menjadi alasan untuk menjalankan bisnis yang melanggar etika bisnis karena apabila oknum-oknum tersebut tetap pada koridor etika bisnis maka masyarakat akan membeli barang yang asli. Maka dari itu semua kalangan dan pemerintah khususnya harus menerapkan aturan dan menjalankan aturan yang ada sehingga kejahatan pembajakan karya cipta dapat di minimalisir.
DISKRIMINASI GENDER
What is job discrimination?
Diskriminasi pekerjaan adalah tindakan pembedaan, pengecualian, pengucilan, dan pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, ras, agama, suku, orientasi seksual, dan lain sebagainya yang terjadi di tempat kerja.
Dari data yang kami himpun dari berbagai artikel, rupanya diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja sampai saat ini masih banyak dijumpai di perusahaan-perusahaan. Topik yang kami pilih pun terkait wanita yang kami amati dari segi kasus kehamilan, stereotype gender, dan agama (teruma muslim).
Diskriminasi pekerjaan terhadap wanita hamil
Ada indikasi, beberapa perusahaan banyak yang memasung hak-hak reproduksi perempuan seperti pemberian cuti melahirkan bagi karyawan perempuan dianggap pemborosan dan inefisiensi. Perempuan dianggap mengganggu produktivitas perusahaan sehingga ada perusahaan yang mensyaratkan calon karyawan perempuan diminta untuk menunda perkawinan dan kehamilan selama beberapa tahun apabila mereka diterima bekerja. Syarat ini pun menjadi dalih sebagai pengabdian perempuan kepada perusahaan layaknya anggota TNI yang baru masuk.
Meskipun undang-undang memberi wanita cuti melahirkan selam 3 bulan, yakni 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan, wanita yang sedang hamil atau melahirkan masih sering dipecat atau diganti ketika sedang cuti. Hal ini terjadi pada perusahaan yang tidak begitu baik tingkat pendapatannya. Mereka rugi bila harus menanggung biaya atau memberikan gaji bagi yang cuti.
Diskriminasi pekerjaan karena stereotype gender
Tak dipungkiri, dalam masyarakat Indonesia dan beberapa Negara, wanita kebanyakan ditempatkan pada tugas-tugas administrasi dengan bayaran lebih rendah dan tidak ada prospek kenaikan jabatan. Masih ada stereotype yang ‘menjebak’ bahwa wanita identik dengan “penampilan menarik”, hal ini seringkali dicantumkan dalam kriteria persyaratan sebuah jabatan pada lowongan pekerjaan. Pegawai perempuan sering mengalami tindakan yang menjurus pada pelecehan seksual. Misalnya, ketika syarat yang ditetapkan perusahaan adalah harus memakai rok pendek dan cenderung menonjolkan kewanitaannya.
Diskriminasi terhadap wanita muslim
Kasus yang terbaru untuk kategori diskriminasi ini ini adalah terjadi di Inggris. Hanya karena mengenakan busana Muslim, banyak wanita Muslimah berkualitas di Inggris mengalami diskriminasi dalam pekerjaan mereka. Laporan EOC menunjukkan bahwa 90% kaum perempuan Muslim asal Pakistan dan Banglades mendapat gaji yang lebih rendah dan tingkat penganggurannya tinggi.
Kasus lain juga terjadi di Perancis, pada kwartal akhir tahun 2002. Seorang pekerja wanita dipecat perusahaan tempatnya bekerja lantaran menolak menanggalkan jilbab yang dikenakannya saat bekerja. Padahal dirinya telah bekerja di tempat tersebut selama 8 tahun. Menurut laporan BBC News, tindakan ini dipicu oleh tragedi 11 September 2001 adanya pesawat yang menabrak WTC di Amerika Serikat.
Beberapa contoh ekstrim
Kenyataan saat ini bahwa banyak perempuan harus bekerja di luar rumah untuk membantu suami menambah penghasilan keluarga ternyata tidak selamanya dipandang positif. Kejadian yang menimbah Ny. Lilis, istri guru Sekolah Dasar Negeri di Tangerang, menjadi contoh hal ini. Ny. Lilis ditangkap polisi satpol PP atas aturan jam malam bagi wanita yang diindikasikan sebagai pelacur atau pekerja seks komersial.
Pada saat itu, Ny. Lilis sedang menunggu angkutan umum untuk pulang ke rumahnya setelah pulang dari bekerja di sebuah rumah makan pada malam hari. Dengan hanya mencurigai gerak-geriknya dan tanpa ada bukti atau introgasi awal, Ny. Lilis ditangkap begitu saja dan sempat dihukum penjara. Mirisnya lagi, Ny. Lilis saat itu juga sedang hamil. Dia bekerja karena untuk membantu menambah penghasilan suaminya yang habis untuk membayar berbagai pinjaman guna meyambung hidup sehari-hari.
Penyebab terjadinya diskriminasi kerja
Beberapa penyebab yang menimbulkan adanya diskriminasi terhadap wanita dalam pekerjaan, di antaranya :
pertama, adanya tata nilai sosial budaya dalam masyarakat Indonesia yang umumnya lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan (ideologi patriaki).
Kedua, adanya bias budaya yang memasung posisi perempuan sebagai pekerja domestik atau dianggap bukan sebagai pencari nafkah utama dan tak pantas melakukannya. Ketiga, adanya peraturan perundang-undangan yang masih berpihak pada salah satu jenis kelamin dengan kata lain belum mencerminkan kesetaraan gender, contohnya pada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non-upah yang menyebutkan bahwa tunjangan tetap diberikan kepada istri dan anak. Dalam hal ini, pekerja wanita dianggap lajang sehingga tidak mendapat tunjangan, meskipun ia bersuami dan mempunyai anak.
Keempat, masih adanya anggapan bahwa perbedaan kualitas modal manusia, misalnya tingkat pendidikan dan kemampuan fisik menimbulkan perbedaan tingkat produktifitas yang berbeda pula. Ada pula anggapan bahwa kaum wanita adalah kaum yang lemah dan selalu berada pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki.
KONFLIK SOSIAL
Pengertian Konflik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai percekcokan, perselisihan atau pertentangan. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih(atau juga kelompok) yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tak berdaya.
Dalam Bahasa latin : Configere artinya saling memukul.
Pengertian Konflik menurut Ahli :
Soerjono Soekanto : Suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan /atau kekerasan.
Gillin and Gillin : konflik adalah bagian dari sebuah proses sosial yang terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan fisik, emosi , kebudayaan dan perilaku.
Faktor-faktor Penyebab Konflik
Soejono Soekanto mengemukakan 4 faktor penyebab terjadinya konflik yaitu :
• perbedaan antarindividu,
• perbedaan kebudayaan ,
• perbedaan kepentingan dan
• perubahan sosial.
MASALAH POLUSI
Mengenai lumpur lapindo
ULASAN DARI SISI ETIKA BISNIS
Kelalaian yang dilakukan PT. Lapindo Brantas merupakan penyebab utama meluapnya lumpur panas di Sidoarjo, akan tetapi pihak Lapindo mulai berdalih dan seakan enggan untuk bertanggung jawab.
Jika dilihat dari sisi etika bisnis, apa yang dilakukan oleh PT. Lapindo Berantas jelas telah melanggar etika dalam berbisnis. Dimana PT. Lapindo Brantas telah melakukan eksploitasi yang berlebihan dan melakukan kelalaian hingga menyebabkan terjadinya bencana besar yang mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan dan sosial.
Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan PT. Lapindo membuktikan bahwa PT. Lapindo rela menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Dan keengganan PT. Lapindo untuk bertanggung jawab membuktikan bahwa PT. Lapindo lebih memilih untuk melindungi aset-aset mereka daripada melakukan penyelamat dan perbaikan atas kerusakan lingkungan dan sosial yang mereka timbulkan.
Hal yang sama juga dikemukakan miliuner Jon M. Huntsman, 2005 dalam bukunya yang berjudul Winners Never Cheat. Dimana ia mengatakan bahwa kunci utama kesuksesan adalah reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain.
Tidak hanya itu, dalam sebuah studi selama dua tahun yang dilakukan The Performance Group, sebuah konsorsium yang terdiri dari Volvo, Unilever, Monsanto, Imperial Chemical
Industries, Deutsche Bank, Electrolux, dan Gerling, menemukan bahwa pengembangan produk yang ramah lingkungan dan peningkatan environmental compliance bisa menaikkan EPS (earning per share) perusahaan, mendongkrak profitability, dan menjamin kemudahan dalam mendapatkan kontrak atau persetujuan investasi.
Hal ini membuktikan bahwa etika berbisnis yang dipegang oleh suatu perusahaan akan sangat mempengaruhi kelangsungan suatu perusahaan. Dan segala macam bentuk pengabaian etika dalam berbisnis akan mengancam keamanan dan kelangsungan perusahaan itu sendiri, lingkungan sekitar, alam, dan sosial.
ULASAN DARI SUDUT PANDANG ETIKA LINGKUNGAN
Eksplorasi secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan keamanan dan keselamatan, terutama lingkungan hidup sekitar yang telah dilakukan PT Lapindo Brantas ini dinilai sangat tidak beretika. Dimana demi mendapatkan sumber daya alam dalam jumlah banyak ditambah untuk menghemat pengeluaran yang seharusnya dikeluarkan sesuai prosedur yang berlaku, kini menimbulkan dampak buruk dan sangat parah terhadap masyarakat.
Bagaimanapun juga tindakan PT Lapindo jika ditinjau dari segi etika lingkungan sangat tidak bertanggung jawab dan justru terkesan mengabaikannya.

·          
Peran sistem pengaturan, good governance
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah etika bisnis



Disusun oleh:
Aris Suyanto (11213368)
4EA08

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016


KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul Peran sistem pengaturan, good governance”.

Penulisan makalah ini diajukan guna melengkapi salah satu tugas mata kuliah etika bisnis pada jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Penulisan makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada setiap pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari dalam Penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis. Semoga penulisan makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri serta pembaca pada umumnya.

Jakarta, Oktober 2016

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………..
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….
PENDAHULUAN ………………………………………………………………….
      Latar Belakang ………………………………………………………………….
      Rumusan Masalah ………………………………………………………………
      Tujuan Makalah …………………………………………………………………
PEMBAHASAN ……………………………………………………………………
PENUTUPAN ………………………………………………………………………
      Kesimpulan ……………………………………………………………………..
      Daftar Pustaka …………………………………………………………………..

PENDAHULUAN
 • RUMUSAN MASALAH
·     Definisi pengaturan
·     Karakteristik good governance
·     Commission of human
Kaitannya dengan etika bisnis

• TUJUAN MAKALAH
            Dalam tujuan makalah yang di buat supaya
lebih paham dan menguasai Peran sistem pengaturan, good governance

•PEMBAHASAN  
·         Definisi Pengaturan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengaturan merupakan proses, cara, perbuatan mengatur. Jadi pengaturan merupakan proses kegiatan mengatur atau mengelola untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
·         Karakteristik good governance
Kepemerintahan yang baik menurut UNDP (1997) mengidentifikasi lima karakteristik yaitu:
1.      Interaksi, melibatkan tiga mitra besar yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat madani untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya ekonomi, sosial, dan politik.
2.      Komunikasi, terdiri dari sistem jejaring dalam proses pengelolaan dan kontribusi terhadap kualitas hasil.
3.      Proses penguatan sendiri, adalah kunci keberadaan dan kelangsungan keteraturan dari berbagai situasi kekacauan yang disebabkan dinamika dan perubahan lingkungan, memberi kontribusi terhadap partisipasi dan menggalakkan kemandirian masyarakat, dan memberikan kesempatan untuk kreativitas dan stabilitas berbagai aspek kepemerintahan yang baik.
4.      Dinamis, keseimbangan berbagai unsur kekuatan kompleks yang menghasilkan persatuan, harmoni, dan kerja sama untuk pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan, kedamaian dan keadilan, dan kesempatan merata untuk semua sektor dalam masyarakat madani.
5.      Saling ketergantungan yang dinamis antara pemerintah, kekuatan pasar, dan masyarakat madani.
·         Commission Of Human
Commission of Human biasanya sering disebut dengan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak fundamental yang tidak dapat yang mana karena ia adalah seorang manusia. Jack Donnely, mendefinisikan hak asasi tidak jauh berbeda dengan pengertian di atas. Hak asasi adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia dan hak itu merupakan pemberian dari tuhan YME. Sementara menurut John Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat. John Locke menjelaskan bahwa HAM merupakan hak kodrat pada diri manusia yang merupakan anugrah atau pemberian langsung dari tuhan YME.
·         Kaitannya Dengan Etika Bisnis
Akhir-akhir ini masalah Good Corporate Governance (GCG) dan Etika Bisnis banyak mendapat sorotan. GCG dan Etika Bisnis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. GCG lebih memfokuskan pada penciptaan nilai (value creation) dan penambahan nilai (value added) bagi para pemegang saham, sedangkan etika bisnis lebih menekankan pada pengaturan hubungan (relationship) dengan para stakeholders. Saat ini, ternyata masih banyak perusahaan yang belum menyadari arti pentingnya implementasi GCG dan praktik etika bisnis yang baik bagi peningkatan kinerja perusahaan. Sebagai contoh, banyak praktek bisnis di berbagai perusahaan yang cenderung mengabaikan etika. Pelanggaran etika memang bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral yang tidak etis, seperti praktik curang, monopoli, persekongkolan (kolusi), dan nepotisme seperti yang telah diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Terdapat 4 (empat) manfaat implementasi GCG dan etika bisnis bagi perusahaan. Pertama, dapat meningkatkan nilai perusahaan (corporate value). Kedua, bagi perusahaan yang telah go publik dapat memperoleh manfaat berupa meningkatnya kepercayaan para investor. Selain itu karena adanya kenaikan harga saham, maka dapat menarik minat para investor untuk membeli saham perusahaan tersebut. Ketiga, dapat meningkatkan daya saing (competitive advantage) perusahaan. Keempat, membangun corporate image / citra positif , serta dalam jangka panjang dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan (sustainable company).
Sumber :


Hubungan perusahaan dengan stakehoulder, lintas budaya dan pola hidup, audit sosial
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah etika bisnis



Disusun oleh:
Aris Suyanto (11213368)
4EA08

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016


KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul Hubungan perusahaan dengan stakehoulder, lintas budaya dan pola hidup, audit sosial”.

Penulisan makalah ini diajukan guna melengkapi salah satu tugas mata kuliah etika bisnis pada jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Penulisan makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada setiap pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari dalam Penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis. Semoga penulisan makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri serta pembaca pada umumnya.

Jakarta, Oktober 2016

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………..
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….
PENDAHULUAN ………………………………………………………………….
      Latar Belakang ………………………………………………………………….
      Rumusan Masalah ………………………………………………………………
      Tujuan Makalah …………………………………………………………………
PEMBAHASAN ……………………………………………………………………
PENUTUPAN ………………………………………………………………………
      Kesimpulan ……………………………………………………………………..
      Daftar Pustaka …………………………………………………………………..

PENDAHULUAN
 • RUMUSAN MASALAH
·     Bentuk stakehoulder
·     Stereotype, prejudice, stigma sosial
·     Mengapa perusahaan harus bertanggungjawab
·     Komunitas indonesia dan etika bisnis
·     Dampak tanggung jawab sosial perusahaan
·     Mekanisme pengawasan tingkah laku


• TUJUAN MAKALAH
            Dalam tujuan makalah yang di buat supaya
lebih paham dan menguasai Hubungan perusahaan dengan stakehoulder, lintas budaya dan pola hidup, audit sosial

•PEMBAHASAN  
A. BENTUK STAKEHOLDER
Ada dua bentuk utama stakeholder dalam bisnis, yaitu
1.      Stakeholder primer
Stakeholder primer adalah pihak dimana tanpa partisipasinya yang berkelanjutan organisasi tidak dapat bertahan.
Contohnya Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu system stakeholder primer yang merupakan rangkaian kompleks hubungan antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak, tujuan, harapan, dan tanggung jawab yang berbeda. Perusahaan ini juga harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini.
2.      Stakeholder sekunder
Stakeholder sekunder adalah pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu penting untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Contohnya Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat. Perusahaan tidak bergantung pada kelompok ini untuk kelangsungan hidupnya, tapi mereka bisa mempengaruhi kinerja perusahaan dengan mengganggu kelancaran bisnis perusahaan. Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat.

B. STEREOTYPE, PREJUDICE, STIGMA SOSIAL
Perusahaan pada dasarnya adalah suatu bentuk organisasi dengan kebudayaan yang spesifik yang hanya di miliki oleh perusahaan yang bersangkutan sehingga angota – anggota korporasi tersebut yang juga anggota sebuah komunitas.
Dalam kaitannya dengan perbedaan budaya da pola hidup yang ada sebagai lingkungan perusahaan yang bersangkutan, maka masalah akulturasi menjadi hal yang penting di perhatikan. Akulturasi atau dalam arti percampuran budaya antara satu komnitas dengan komunitas lain dapat terjadi ketika anggota komunitas melakukan interaksi sosial yang intensif.
Penyebaran pengetahuan budaya dari satu kelompok sosial (termasuk di dalamnya perusahaan) kepada perusahaan lainya mengandung pengaruh dari kebudayaan tertentu, sehingga diffusi (Pengaruh) ini dapat menjadi pengetahuan bagi kelompok lainnya.
Dapat kita identifikasi bahwa dominasi pengaruh global lebih kuat dari pada budaya komunitas indonesia itu sendiri. Penggunaan budaya dominan akan semakin sering kita akulturasi budaya terus berjalan dengan baik, kekuatan pengaruh budaya semakin dapat menjadikan budaya yang dominan sebagai acuan untuk bertindak dan bertingkah laku.
Lintas budaya menjadi suatu proses yang umum terjadi, hal ini karena komunikasi sangat mudah terjangkau, dan interaksi antar kelompok yang berbeda sangat mudah terjadi. Oleh karena itu segala kegiatan yang menjadi dasar bagi aktivitas perusahaan yang mengandung proses lintas budaya.
Perbedaan pola hidup akan menjadi suatu hambatan bagi berjalannya korporasi, masalah – masalah intern pegawai atau anggota korporasi dapat juga menjadi kendala. Biasanya pegawai yang berasal dari penduduk lokal sering diidentikan dengan orang yang malas–malas, tidak mau maju, dsb. Memungkinkan perlunya suatu usaha untuk melakukan monitoring, evaluasi dan audit sosial terhadap berjalannya korporasi yang di lakukan oleh orang tertentu yang memang berkeahlian di bidang tersebut.
Dalam interaksi sosial akan muncul di dalamnya identitas yang mencirikan golongan sosial dari individu yang bersangkutan berupa atribut – atribut/ciri – ciri, tanda, gaya bicara yang membedakan dengan atribut dari sukubangsa. Hubungan antar sukubangsa yang ada dalam wilayah cenderung mengarah pada penguasaan, maka akan muncul stereotype, prejudice, dan stigma social.
1.      Stereotype adalah anggapan satu golongan terhadap golongan lainnya  dan biasanya anggapan ini berkaitan dengan keburukan – keburukan kelompok lain.
2.      Prejudice merupakan prasangka dari golongan satu terhadap golongan lainnya.
3.      Stigma adalah  suatu penilaian dari  satu golongan terhadap golongan lainnya untuk ber hati – hati dan kalau  bisa tidak berhubungan dengan golongan lain tersebut.
Stereotype, prejudice dan stigma sosial muncul karena pengalaman seorang individu dari golongan satu terhadap golongan lainnya dan kemudian individu tersebut mengabarkan pengalamannya tersebut. Akibat dari pengetahuan tentang sukubangsa lain  dari golongan sosial lain  akan dipakai sebagai referensi dalam pengetahuan budayanya untuk beradaptasi dengan dengan suku bangsa lain.

 C. MENGAPA PERUSAHAAN HARUS BERTANGGUNGJAWAB
Dalam perkembangan industry di dunia, negara–negara utara ternyata lebih maju dalam percepatan kemakmuran dari komunitasnya dan ini sangat di rasakan oleh negara–negara selatan yang notabene adalah negara–negara penghasil. Kemudian ditelaah bahwa terjadi trickle-down effect  yang artinya bahwa hasil–hasil pembangunan bagi negara–negara selatan lebih banyak di nikmati oleh beberapa gelintir orang  dari kelas–kelas tertentu saja sehingga lebih banyak menyengsarakan sebagian besar individu dari komunitas kelas di bawahnya.
Dalam pertemuan di Rio de Janeiro di rumuskan adanya pembangunan yang berkelanjutan yang mencakup keberlanjutan ekonomi dan keber lanjutan lingkungan. Dalam pertemuan Yohannesburg mengisyaratkan adanya suatu visi yang sama yaitu di munculkan konsep social sustainability, yang mengaringi dua aspek sebelumnya (economic dan environment sustainability). Ketiga aspek ini menjadi patokan bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Corporate Social Responsibility).
Dalam kenyataan, masih banyak terdapat kesimpangsiuran terdapat kesimpangsiuran dari penerapan ketiga konsep tersebut dan bahkan cenderung saling tumpang tindih dan bertolak belakang. Maksudnya adalah ketika menerapkan kebijakan ekonomi dan lingkungan akan tergantung pada kebijakan social dari kelompok tertentu, sehingga tampak adanya ketidak serasian antara negara satu dengan negara lainnya dalam menerapkan kebijakan tersebut dan bahkan antara komunitas satu dengan komunitas lainnya dalam satu negara mengalami perbedaan pemahaman, sehingga di perlukan adanya kerja sama antar stakeholder.
Pembangunan yang berkelanjutan, yang artinya memenuhi kebutuhan saat ini dengan mengusahan keberlanjutan pemenuhan kebutuhan bagi generasi selanjutnya. Masalahnya adalah dalam penerapan ketiga aspek pembangunan berkelanjutan memang secara teoritis dapat “Mengeram” kerusakan lingkungan dengan adanya aspek social sustainability.
Sustainable development menjadi di anggap sesuatu yang maya atau utopia atau sesuatu yang bersifat teori saja tanpa dapat di implementasikan. Ini semua di sebabkan karena terabaikannya aspek yang mendasar yaitu manusia (Human) dan komunitas (People). Dalam World Summit yang lalu, yang di pokuskan adalah kemiskinan (Koperti), tetapi tidak melihat pada akar permasalahannya karena di bahas melalui pendekatan makro dan bukan mikro.
Sustainable development tidak akan berjalan denga baik apabila tidak memperhatikan aspek kemanusiaannya (Human) dalam konsep sustainable future ini selain dari ketiga aspek (Ekonomi, Sosial dan Lingkungan) di perlukan satu aspek internal yaitu aspek keberlanjutan manusia (Human Sustainability) dalam human sustainability yang di maksud adalah peningkatan kualitas manusia secara etika seperti pendidikan, kesehatan, rasa empati, saling menghargai dan kenyamanan yang terangkum dalam tiga kapasitas yaitu spiritual, emosional dan intelektual.
Keberlanjutan dalam bidang ekonomi, lingkungan dan sosial dapat di lakukan oleh korporsi yang mempunyai kebudayaan perusahaan sebagai suatu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate social Responsibility) Corporate social responsibility dapat di pahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih luas (Sankat, Clemen K, 2002). Pengertian ini sama dengan apa yang telah di telorkan oleh The World Business Council For Sustainable Development (WBCSD) yaitu komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga, karyawan tersebut, berikut komunitas–komunitas tempat (Lokal) dan komunitas secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
Secara umum Corporate Social Responsibility merupakan peningkatan kualitas kehidupan mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota komunitas untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati serta memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan – perubahan yang ada sekaligus memelihara.
Konsep Corpotare Social Responsibility melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumber daya komunitas, juga komunitas tempat (Lokal) kemitraan ini, tidaklah bersifat pasif dan statif. Kemitraan ini merupakan taggung jawab bersama secara sosial antar stakeholder. Konsep kedermawanan perusahaan atau (Corpotare Philanthtopy) dalam tanggung jawab sosial tidak lagi memadai, karena konsep tersebut tidak melibatkan kemitraan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan stakeholders lainnya.
Pengeluaran yang di lakukan oleh perusahaa untuk pembangunan komunitas sekitarnya terkadang hanya bersifat formasilme/adhoc tanpa di landasi semangat untuk memandirikan komunitas.
Menurut The World Business Council For Sustainable Development (WBCSD) di nyatakan bahwa Corporate Social Responsibility adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja denga para karyawan perusahaan, keluarga karyawa tersebut, berikut komunitas – komunitas tempat (Lokal) dan komunitas secaara berkeseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
Kegiatan program yang di lakukan oleh perusahaan dalam konteks tanggung jawab sosialnya dapat di katagorisasi dalam tiga bentuk:
1.      Public Relations
Usaha untuk menanamkan persepsi positif kepada komunitas tentang kegiatan yang di lakukan oleh perusahaan.
Contoh dalam koteks Public Relations adalah program “Couse Related Marketing” yang di jalankan oleh sebuah perusahaan pakaian.
2.      Strategi Defensif
Usaha yang di lakukan oleh perusahaan guna menangkis tanggapan negatif komunitas luas yang sudah tertanam terhadap kegiatan perushaan terhadap karyawannya, dan biasanya untuk melawan “Serangan” negatif dari anggapan komunitas atau komunitas yang sudah terlanjur berkembang.
Contoh kajian Pricewaterhouse Cooper tentang program CSR, di temukan bahwa sejumlah perusahaan menjalankan CSR karena ingin menghindari konsekuensi negatif dari publisitas yang buruk.
3.      Keinginan Tulus Untuk Melakukan Kegiatan Yang Baik yang Benar – benar berasal dari visi perusahaan itu.
Melakukan program untuk kebutuhan komunitas atau komunitas sekitar perusahaan atau kegiatan perusahaan yang berbeda dari hasil perusahaan itu sendiri.
Contoh seperti tindakan perusahaan sepatu dengan memberikan obat – obatan kepada mereka yang membutuhkan.

D. KOMUNITAS INDONESIA DAN ETIKA BISNIS
Indonesia memerlukan suatu bentuk etika bisnis yang sangat spesifik dan sesuai denga model indonesia. Hal ini dapat di pahami bahwa bila ditilik dari bentuknya, komunitas Indonesia, komunitas elite, dan komunitas rakyat.
Bentuk – bentuk pola hidup komunitas di indonesia sangat bervariasi dari berburu meramu sampai dengan industri jasa.
Dalam suatu kenyataan di komunitas indonesia pernah terjadi mala petaka kelaparan di daerah Nabire Papua. Bahwa komunitas Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan keadaaan cuaca yang kemarau tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman ini, kondisi ini mendorong pemerintah dan perusahaan untuk dapat membantu komunitas tersebut. Dari gambaran ini tampak bawa tidak adanya rasa empati bagi komunitas elite dan perusahaan dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam konteks yang demikian, maka di tuntut bagi perusahaan untuk dapat memahami etika bisnis ketika berhubungan dengan stakeholder di luar perusahaannya seperti komunitas lokal atau kelompok sosial yang berbeda pola hidup.
Seorang teman Arif Budimanta mensitir kata–kata sukarno presiden pertama indonesia yang menyatakan bahwa “tidak akan di serahkan pengelolaan sumber daya alam Indonesia kepada pihak asng sebelum orang Indonesia mampu mengelolanya”, kalimat ini terkandung suatu pesan etika bisnis yang teramat dalam bahwa sebelum bangsa Indonesia dapat menyamai kemampuan asing, maka tidak akan mungkin wilayah Indonesia di serahkan kepada asing (pengelolaannya).
Jati diri bangsa perlu digali kembali untuk menetapkan sebuah etika yang berlaku secara umum bagi komunitas Indonesia yang multikultur ini. Jati diri merupakan suatu bentuk kata benda yang bermakna menyeluruh  sebagai sebuah kekuatan bangsa.

E. DAMPAK TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan lebih bermakna.
Pada dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.
Perusahaan yang pada satu sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang membawa kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang sama dapat menjadi sumber petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi pencemaran lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan lain yang lebih luas.
Jadi perusahaan akan mempunyai dampak positif bagi kehidupan pada masa-masa yang akan datang dengan terpeliharanya lingkungan dan semua kepentingan pada pemangku kepentingan yang lain sehingga akan menghasilkan tata kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya para penentang pengaturan dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan secara formal berpendapat apabila tanggung jawab tersebut harus diatur secara formal, disertai sanksi dan penegakan hukum yang riil. Hal itu akan menjadi beban perusahaan. Beban perusahaan akhirnya akan menjadi beban masyarakat sebagai pemangku kepentingan. Oleh karena itu tanggung jawab sosial perusahaan sangat tepat apabila tetap sebagai tanggung jawab moral, dengan semua konsekuensinya.

F. MEKANISME PENGAWASAN TINGKAH LAKU
Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan. Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya.
Monitoring dari evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka sifatnya berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang. Hal dari evaluas tersebut menjadi audit sosial. Pengawasan terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan.
Oleh karena itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam pengetahuan budaya para karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus merencanakan apa aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menguatkan nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota perusahaan tidak memunculkan pengetahuan budaya yang dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Dalam kehdupan komunitas  atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam atura adat. Sehingga tampak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan dapat menen tukan keberlangsungan aktivitas.
Karyawan sebagai stake holder, terdapat juga para bekas karyawan, para direksi, pemilik modal yg juga menentukan berjalannya aktivitas pranata sosial perusahaan. Kesemua stakeholder tersebut menduduki status dan peran tertentu dalam koporasi dan mempunyai hubungan fungsional satu dengan lainnya.
Pada dasarnya suatu perusahaan adalah sebuah organisasi yang dalam kenyataannya menempati suatu wilayah sosial tertentu. Dan sebagai suatu bentuk organisai,korporasi tentunya mempunyai tujuan yang dapat dipahami secara bersama oleh para anggotanya dan dapat menjamin kehidupan para anggotanya dalam lingkup organisasi yang bersangkutan. Perusahaan sebagai bagian dari suatu komunitas dan mempunyai suatu kebudayaan tersendiri akan mempunyai sifat yang adaptif terhadap lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial dan budaya yang ada disekitarnya.
Berjalannya suatu perusahaan tidak akan lepas dari segala perhitungan dan perencanaan yang mengatur pola aturan yang ada, seperti halnya pada komuitas lainnya seperti komunitas suku bangsa. Kehidupan sosial komunitas suku bangsa tersebut dalam lingkup kecil (Desa/kampung/dusun) dapat dipantau dan di monitor  oleh adat istiadatnya sesuai dengan pranata sosial yang berlaku (kekerabatan,ekonomi, teknologi, mata pencaharian dsb).  Dalam perusahaan, apa yang dikatakan sebagai proses audit sosial adalah mirip atau sama dengan cara – cara yang dipakai untuk memeriksa keuangan perusahaan yang bersangkutan.
Sebagai sebuah organisasi, perusahaan yang mempunyai beberpa tenaga ahli dalam menyiapkan anggaran–anggaran yang dikelurakan, dan begitu dengan pemerikasaan terhadap anggaran yang telah dikelurkan berkaitan dengan berjalannya organisasi yang bersangkutan seperti ahli akuntansi dan pemegang buku.
Tenaga–tenaga ahli tersebut merupakan individu–individu yang menduduki status tertentu, status dalam hal ini adalah kumpulan hak dan kewajiban yang ada pada diri seseorang dalam satu lingkup kebudayaan . Sehingga individu tersebut harus berperan sesui dengan apa yang diisyratkan oleh kebudayaan yang mengatur status yang bersangutan.
Sehingga pengukuran finansial sebuah organisasi akan juga dipengaruhi oleh pegawai (tenaga) dari pengukur tersebut, dan ini sangat terkait dengan sistem sosial dari pegawai yang bersangkutan. Memang pada dasarnya anggota perusahaan berasal dari anggota komunitas yang berbeda–beda kebudayaan dan sukubangsa , dan dengan bersama–bersama dengan orang lain yang berbeda kebudayaan dan sukubangsa bergabung sebagai satu komunitas perusahaan. Dalam kehidupan komunitas, sistem sosial akan terus berjalan untuk mengatur segala tingkah laku individu-individunya.
Berkaitan dengan pelaksanaan audit sosial, maka sebuah perusahaan atau organisasi harus jelas terlebih dahulu tentang beberapa aktivitas yang harus dijalankan seperti :
1.      Aktivitas apa saja yang harus dilakukan sebagai sebuah orgnisasai, dalam hal ini sasaran apa yang menjadi pokok dari perusahaan yang harus dituju – internal maupun ekstrnal (sasaran)
2.      Bagaimana cara melakukan pencapaian dari sasaran yang dituju tersebut sebagai rangkaian suatu tindakan  (rencana tindakan) yang mengacu pada suatu pola dan rencana yang sudah disusun sebelumnya.
3.      Bagaimana mengukur dan merekam pokok – pokok yang harus dilakukan berkaitan dengan sasaran yang dituju, dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang dilakukan tersebut (indikator).
Ketiga bentuk aktivitas tersebut terangkai dalam suatu arena sehingga dengan demikian menjadi sangat sederhana untuk merancang prosedur bagi pemantuan aktivitas yang bersangkutan, apa yang terjadi dari hari ke hari dengan memonitor kegiatan dari hari ke hari oleh pemegang buku catatan sosial.
Sehingga dengan demikian seorang pemeriksa sosial adalah ‘teman yang mengkritik’ (idealnya oran luar) yang secara periodik memeriksa ‘buku’ dan menanyakan pertanyaan lebih mendalam untuk membantu ketentuan organisasi secara sistematis pada tingakat yang efektif dalam oprasi internalnya sebaik pada dampak eksternalnya dalam kaitannya dengan kondisi sosial budaya baik secara intern maupun ekstern korporasi. Dalam pelaksanaan aktivitas dalam organisasi atau perusahaan dapat dicatat walaupun pada dasarnya ide–ide tersebut bukan berasal dari visi dan misi dari organisasi atau perusahaan.
Pelaksanaan auditor sosial yang berpengalaman biasanya akan bekerja mengukur dan memgrahkan berjalannya sebuah organisasi berdasarkan pada visi dan misi yang ada, pada awalnya dia membantu dalam memberikan segala keterangan tentang berjalannya sebuah organisasi berkaitan dengan indikator yang harus diperhatikan, sasaran yang ingin dicapai dan kemudian juga merekam kenytaan sosial yang sedang berjalan dan bagaimana prosedur penilaiannya.
Audit sosial ini merupakan sistem yang ada dalam kebudayaan perusahaan yang oleh anggota –anggotanya dipakai untuk merencanakan kegiatan organisasi yang bersangkutan dan tentunya didasari pada kebudayaan yang berlaku di organisasi yang bersangkutan.

 sumber : wikipedia.